www.uinjkt.ac.id
Menulis
Sebagai Bagian Dari Merasa.
Mungkin saya bukanlah orang yang terlalu menaruh perhatian yang
lebih terhadap perasaan, atau bahkan saya adalah seseorang yang sama sekali
tidak tahu menahu masalah perasaan. Satu alasan yang melatar belakangi saya
menulis sub bab ini adalah pernyataan seorang kawan tentang menulis.
Sebelumnya, saya telah melakukan semacam interview terhadap beberapa teman
tentang menulis. Masing-masing mereka saya ajukan pertanyaan, mengapa manusia
harus menulis ?, apa manfaat menulis bagi mereka yang bukan termasuk dari
kalangan akademisi ?, apa yang kalian rasakan dari kegiatan yang bernama
menulis itu ?. nah, salah satu dari mereka memberikan jawaban yang saya rasa
tidak logis sama sekali, karena menyangkut perasaan yang dimiliki manusia.
Tidak logis dalam artian, jawaban seperti itu tidak cocok bila dijadikan hujjah
syar’iyyah atau alasan argumentatif terkait dengan gerakan penyemarakan menulis
ini. Coba bayangkan, ketika anda ditanya seorang yang ingin menguji sejauh mana
pentingnya menulis, “apa manfaat bagi saya ketika saya menulis ?”, terus anda
jawab: “dengan menulis kamu akan merasa tenang !!”, saya yakin dia pasti akan
tertawa mengejek anda sembari berkata, “uang yang membuat manusia menjadi
tenang bung !!, haha”. Tapi saya pun maklum, karena memang (katanya) laki-laki
hidup dengan akalnya sedang perempuan hidup dengan perasaannya. Dengan tulisan
inilah saya berusaha dan berharap masalah itu menjadi sebuah alasan logis untuk
sebuah kegiatan menulis, yakni bahwasanya menulis merupakan satu bagian dari
merasa.
“Menulis itu bagi yang terbiasa dapat menjadi
obat stres. Dengan menulis, seseorang akan sedikit merasa tenang”, kata Kyai
Ahmad Baso, seorang intelektual muda NU yang sedang menggarap karya mognum
opusnya “Pesantren Studies” yang berjilid-jilid. Sehabis membahas tentang
materi yang menjadi bahan kajian malam itu, beliau memberikan sedikit motivasi
dan menceritakan pengalamannya selama menulis. Beliau mengakui salah satunya
bahwa menulis dapat menjadikan dirinya lebih tenang, nyaman dan tentram. Karena
dengan menulis, beliau dapat menuangkan seluruh kegelisahan hatinya,
sekat-sekat yang menyesakkan jiwanya atupun kerikil-krikil yang memenuhi
pikirannya ke dalam sebuah tulisan.
Dengan
begitu bisa dipahami bahwasanya menulis bukan sekedar kegiatan mencatat hal-hal
penting ataupun menuangkan sebuah ide ke dalamnya, akan tetapi menulis dapat
menjadi teman hidup yang paling setia dalam kehidupan manusia, yang bersedia
menjadi tempat sampah bagi segala gundah gulana, tempat bercerita bagi segala
suka cita, dan tempat menampung air mata saat berduka. Semua itu menjadikan
menulis sebagai sebuah kegiatan yang memiliki peran, bahkan melampaui peran
manusia itu sendiri, khususnya dalam hal berteman dan kesetiaan. Tentu anda
paham apa yang saya maksud ?!
Selanjutnya
saya akan berbicara tentang sebuah diary. Diary adalah perlambang dari sebuah
tulisan yang mewakili perasaan. Berbeda dengan modul, buku, makalah atau
artikel, diary biasanya lebih kepada sesuatu yang intern yang dialami oleh
penulisnya. Oleh karena itu, bagi penulisnya diary dianggap lebih berharga dan
lebih bernilai daripada jenis-jenis tulisan lainnya. Singkatnya, saya akan
mengajak anda langsung melihat fakta sejarah tentang kesaktian sebuah tulisan
yang mewakili perasaan penulisnya. Sebuah diary milik seorang wanita muda
berdarah yahudi bernama Anne Frank.[6]
Sebenarnya
Anne Frank bukanlah seorang yang terkenal dan memiliki kuasa seperti Pak Karno
ataupun John F. Kennedy. Dia hanyalah seorang anak keturunan yahudi yang
memiliki keberanian mengungkapkan pendapat dan semua yang dirasakan serta
dipikirkannya. Awalnya dia merasa sedih karena kurang memiliki teman yang bisa
dia jadikan tempat luapan segala unek-uneknya. Singkatnya, untuk hadiah ulang
tahun, Anne meminta hadiah sebuah diary kepada sang ayah, tak lain dan tak
bukan untuk mengungkapkan segala apa yang dirasakannya ke dalam buku itu.
Kebetulan, masa dia hidup adalah masa dimana nazi dan fuhrernya sedang
berambisi untuk menghapus ras yahudi dari muka bumi. Dengan keyakinan bahwa ras
arya adalah ras yang paling mulia diantara semua golongan manusia, nazi bertekad
menjadikan Jerman pada saat itu sebagai raja atau sebuah kekuatan yang tiada
bandingannya di dunia. Karena misi pembantaian yahudi itu, Anne Frank beserta
keluarganya melakukan persembunyian, menyembunyikan keberadaan mereka dari
khalayak, memakzulkan segala identitas mereka dari orang banyak, dengan tujuan
hanya untuk selamat dari pembantaian nazi tersebut. Sayangnya, persembunyian
mereka tercium dan mereka pun pada akhirnya juga turut dibawa ke camp yahudi di
Bergen Melsen bersama yahudi-yahudi lainnya. Sebuah camp yang nantinya menjadi
tempat terakhir sekaligus pemakaman bagi Anne Frank dan 17.000 anak yahudi
lainnya. Itu cerita singkatnya.
Catatan
harian Anne Frank bukanlah sekedar catatan yang berisikan ”kegalauan” seorang
wanita muda belaka. Meskipun memang pada hakikatnya buku harian ini hanyalah
berisikan sesuatu yang sedang dirasakan oleh si penulis secara pribadi, catatan
atau buku harian ini menjadi semacam gambaran bagi masyarakat dunia, khususnya
mereka yang ada setelahnya, tentang sebuah kekejaman yang melanda kemanusiaan
manusia saat itu. Catatannya menceritakan kepada semua orang betapa berharganya
sebuah kehidupan. Udara dengan bebasnya kita hirup, memanjakan hidup dengan roh
lembut hembusan tuhan. Tanah dengan leluasa kita injak, kemudian hangatnya
menjalar hingga pori dan sendi-sendi hati, lalu lahirlah ketenangan. Air hujan
dengan puasnya kita sentuh riaknya, sehingga setiap tetesnya yang jatuh membawa
kesejukan tersendiri bagi kuasa jiwa. Semua kebebasan yang kita rasakan itu
hendaknya melahirkan sebuah sikap berdamai dan rasa syukur kepada kehidupan
yang telah membesarkan kita, kepada Tuhan yang telah memberikan kehidupan. Dan
bahwa kekerasan tidak selalu menjadi solusi akhir yang dapat mengatasi segala
persoalan. Melainkan sikap tenang, penuh pertimbangan dan bijak dalam mengambil
keputusanlah yang saya kira bisa mengatasi segala problem.
Catatan
Anne Juga memberitahukan kepada kita agar selalu waspada dan hati-hati terhadap
hewan buas yang bersarang didalam hati kita, yang sewaktu-waktu dapat lepas
dari belenggunya, lalu ia pun akan menerkam dan memangsa diri kita sendiri,
yakni rasa dendam yang beranak pinak dalam hati. Dan terakhir, pelajaran besar
yang harus kira resapi, betapa tulisan Anne tersebut bisa mengubah cara pandang
dunia dan banyak orang tentang sebuah rezim kekerasan yang digelar oleh Adolf
Hitler dan nazi-nya. Lalu pertanyaannya, bagaimana bisa tulisan Anne segitu
berpengaruhnya dan dapat membuka mata orang banyak ??, tentu (sejauh yang saya
pahami), karena Anne menulis dengan perasaannya. Dia menyertakan jiwanya dalam
tulisannya, yang hingga sampai kapanpun dia akan terus dikenang, terus abadi,
dan akan menceritakan kisahnya secara langsung kepada siapapun yang membaca
catatan hariannya. Jadi, tidak berlebihan kalau saya katakan di depan,
bahwasanya menulis merupakan sebagian dari merasa-nya manusia. Bukan hanya
lelucon illogical, apalagi jika hanya dibandingkan dengan uang semata. Karena
itu, Terlalu rugi orang yang tidak menulis !!
Keterangan :
[6] Buku harian Anne Frank telah terjual lebih dari 30 juta copy
dan telah diterjemahkan ke dalam kurang lebih 60 bahasa. Setelah injil, buku
harian Anne Frank merupakan buku non fiksi yang paling banyak dibaca di dunia.