Rabu, 19 Juni 2013

SURAT ISLAM (SOEKARNO) DARI ENDE


Sebagian orang menyebut bulan Juni merupakan “bulan Bung Karno”. Hal itu dikaitkan dengan tanggal lahir Proklamator Kemerdekaan dan Presiden RI Pertama itu pada 6 Juni 1901 dan wafat 21 Juni 1970. Bukan  kebetulan pula, tanggal 1 Juni diperingati sebagai “Hari Lahirnya Pancasila” atau ada yang menyebutnya “Hari Pancasila” yang dikaitkan dengan peran Soekarno.
Pada 1 Juni 2013 yang lalu diresmikan situs Pelestarian Kawasan Bersejarah Bung Karno di Ende Flores (dahulu ditulis Endeh), Nusa Tenggara Timur. Situs sejarah yang diresmikan ialah monumen patung Soekarno duduk menghadap laut di bawah pohon sukun, dan revitalisasi rumah yang pernah ditempati Soekarno bersama Ibu Inggit Garnasih, anak angkatnya Ratna Djuami dan ibu Amsi (mertua). Pohon sukun yang ada sekarang ditanam tahun 1981, sedangkan pohon sukun yang menjadi kenangan sejarah Bung Karno di Ende telah tumbang tahun 1960.
Ende merupakan salah satu tonggak dalam perjalanan hidup dan sejarah Soekarno sebagai pejuang kemerdekaan dan pemimpin bangsa. Soekarno menjalani hukuman pengasingan sebagai tahanan politik pemerintah kolonial Hindia Belanda di Ende mulai 1934  sampai 1938. Dalam bukuBung Karno dan Kehidupan Berpikir Dalam Islam (Solichin Salam: 1964) diungkapkan, dengan dibuangnya Bung Karno oleh pemerintah kolonial Belanda ke Endeh merupakan permulaan zaman baru dalam sejarah hidupnya. Sejak berada dalam pembuangan inilah semakin kuat hasrat dan keinginan Bung Karno untuk mempelajari agama Islam dengan jalan membaca buku-buku tentang Islam baik yang ditulis oleh orientalisten Barat maupun sarjana-sarjana Islam sendiri dalam berbagai bahasa.  Selama di Endeh, selain rajin membaca dan mempelajari buku-buku Islam, Bung Karno berkorespondensi dengan A. Hassan, seorang ulama Islam terkenal dan tokoh organisasi Persatuan Islam (Persis) Bandung. Surat menyurat ini berlangsung sejak 1 Desember 1934 hingga 17 Oktober 1936.
Menurut catatan Solichin Salam, di dalam surat-surat Soekarno tertuang seluruh isi hati dan jiwanya tentang agama Islam dan umat Islam di Indonesia yang pada waktu itu diliputi kebekuan dan kekolotan. Surat-surat tersebut; pertama tertanggal 1 Desember 1934, kedua 25 Januari 1935, ketiga 26 Maret 1935, keempat 17 Juli 1935, kelima 15 September 1935, keenam 25 Oktober 1935, ketujuh 14 Desember 1935, kedelapan 22 Pebruari 1936, kesembilan 22 April 1936, kesepuluh 12 Juni 1936, kesebelas 18 Agustus 1936, dan kedua belastertanggal 17 Oktober 1936. Surat-surat ini dihimpun dan diterbitkan oleh A. Hassan dengan judul “Surat-Surat Islam Dari Endeh”(Persatuan Islam - Bandung: 1936).
Dalam salah satu surat, Soekarno menulis:
“Di Endeh sendiri tak ada seorang pun yang bisa saya tanyai, karena semuanya memang kurang pengetahuan (seperti biasa), dan ..... kolot bin kolot. Semuanya hanya mentaqlied saja zonder tahu sendiri apa-apa yang pokok; ada satu dua yang berpengetahuan sedikit, di Endeh ada seorang sayyid yang sedikit terpelajar, tetapi tak dapat memuaskan saya, karena pengetahuannya tak keluar sedikit pun dari kitab fiqih, dependent, unfree, taqlid. Quran dan Api Islam seakan-akan mati, karena kitab fiqih itulah yang mereka jadikan pedoman hidup, bukan kalam Ilahi sendiri. Ya, kalau difikirkan dalam-dalam, maka kitab fiqih kitab fiqih itulah yang seakan-akan ikut menjadi algojo Ruh dan Semangat Islam.”
Soekarno menyoroti keadaan dunia Islam dalam suratnya, “Bila kita melihat jalannya history Islam, maka tampaklah disitu akibatnya taqlied itu sebagai satu garis ke bawah, garis decline, sampai sekarang. Bahwa dunia Islam adalah mati geniusnya, semenjak ada anggapan, bahwa mustahil ada mujtahid yang bisa melebihi imam yang empat, en dus harus mentaqlied saja kepada tiap-tiap kiyai atau ulama dari sesuatu mazhab yang empat itu.”
Kegiatan missionaris dan dakwah Islam tak luput dari perhatian Soekarno selama di Ende. Berikut petikan penuturannya kepada A. Hassan,“Tuan tahu, bahwa pulau Flores itu ada pulau missi yang mereka sangat banggakan....Saya sendiri melihat, bagaimana mereka bekerja mati-matian buat mengembangkan mereka punya agama di Flores...... Tapi kita, kenapa kita malas, kenapa kita teledor, kenapa kita tak mau kerja, kenapa kita tak mau giat? Kenapa misalnya di Flores tiada seorangpun mubaligh Islam dari sesuatu perhimpunan Islam yang ternama (misalnya Muhammadiyah) buat mempropagandakan Islam di situ kepada orang kafir? Missi di dalam beberapa tahun sahaja bisa mengkristenkan 250.000 orang kafir di Flores, tapi berapa banyak orang kafir yang bisa dihela oleh Islam di Flores itu?”
Soekarno sering dikirimi buku dan majalah Islam oleh Ustadz A. Hassan, ulama pendidik yang sangat pemurah, penulis Tafsir Al Quran dan penerbit majalah-majalah Islam yang tersohor. Inilah surat balasan terima kasih Soekarno kepada A. Hassan tertanggal Endeh, 26 Maret 1935:
“Assalamu’alaikum w.w.  Tuan punya kiriman pos paket telah tiba di tangan saya, seminggu yang lalu. Karena terpaksa menunggu kapal, baru ini harilah saya bisa menyampaikan kepada Tuan terima kasih kami laki-isteri serta anak. Biji jambu mede menjadi “ganyeman” seisi rumah; di Endeh ada juga jambu mede, tapi varieteit “liar”, rasanya tak nyaman. Maklum, belum ada orang yang menanam varieteit yang baik. Oleh karena itu , maka jambu mede itu menjadikan pesta. Saya punya mulut sendiri tak berhenti-henti mengunyah! Buku yang tuan kiriman itu segera saya baca. Terutama “Soal-Jawab” adalah suatu kumpulan jawahir-jawahir. Banyak yang semula kurang terang, kini lebih terang. Alhamdullilah!  Saya  belum ada Bukhari dan Muslim yang bisa dibaca. Betulkah belum ada Bukhari Inggris? Saya pentingkan sekali mempelajari hadis, oleh karena saya tuliskan sedikit di dalam salah satu surat saya yang terdahulu, dunia Islam menjadi mundur oleh karena banyak orang “jalankan” hadis yang dhaif dan yang palsu. Karena hadis-hadis yang demikian itulah, maka agama Islam menjadi diliputi oleh kabut-kabut kekolotan, ketahayulan, bid’ah, anti rasionalisme, dll. Padahal tak ada agama yang lebih rasional dan simplistic daripada Islam. Saya ada sangkakan keras bahwa rantai taqlied yang merantai ruh dan semangat Islam dan yang merantaikan pintu-pintu bab el-Ijthihad, antara lain, ialah hasilnya hadis-hadis yang dhaif dan palsu itu. Kekolotan dan kekonservativan-pun dari situ datangnya. Karena itu adalah saya punya keyakinan yang dalam, bahwa kita tak boleh menghasilkan harga yang mutlak kepada hadis. Walaupun menurut penyelia dikatakan Shahieh. Human reports (berita yang datang dari manusia) tak absolute, absolute hanyalah kalam Ilahi. Benar atau tidaknya pendapat saya ini? Di dalam daftar buku, saya baca Tuan ada sedia “Jawahirul-Bukhari”. Kalau Tuan tiada keberatan , saya minta buku itu, niscaya di situ banyak pengetahuan pula yang saya bisa ambil.  Dan kalau Tuan tidak keberatan pula, saya minta “keterangan hadis mi’raj”. Sebab, saya mau bandingkan dengan saya punya pendapat sendiri, dan dengan pendapat Essad Bey, yang di dalam salah satu bukunya ada mengasih gambaran tentang kejadian ini. Menurut keyakinan saya, tak cukuplah orang menafsirkan mi’raj itu dengan percaya saja, yakni dengan mengecualikan keterangan “akal”. Padahal keterangan yang rasional di sini ada. Siapa kenal sedikit ilmu psikologi dan parapsikologi, ia bisa mengasih keterangan yang rasionalitis itu. Kenapa suatu hal harus “dighaibkan” kalau akal bisa menerangkan? Saya ada keinginan pesan dari Eropa, kalau Allah mengabulkannya dan saya punya mbakyu suka membantu uang harganya, bukunya Ameer Alie “The Spirit Of Islam”. Baikkah buku ini atau tidak? Dan dimana uitgevernya ?  Tuan, kebaikan budi Tuan kepada saya, hanya sayalah yang merasai betul harganya, saya kembalikan lagi kepada Tuhan. Alhamdulilah, segala puji kepada-Nya. Dalam pada itu, kepada Tuan 1.000 kali terima kasih. Wassalam, Soekarno.”
Sebelum meninggalkan pulau Flores, Soekarno sempat menanam pohon kokara, yaitu sejenis pohon yang berdaun lima. Kemudian oleh beliau pohon tersebut diberi nama “pohon Pancasila”.  Selama pengasingan di Ende yang merupakan “penjara terbuka”, konon Soekarno merenungkan butir-butir mutiara kebangsaan yang menjadi pokok-pokok pikiran Pancasila.
Pada tahun 1938 Soekarno dibuang ke Bengkulu, Sumatera Selatan, yang di masa itu bernama Bengkulen. Selama dalam pembuangan di Bengkulu ini Soekarno aktif dalam organisasi Muhammadiyah dan menjadi Ketua Bagian Pengajaran Muhammadiyah Daerah Bengkulu, serta aktif menulis artikel-artikel tentang Islam. Dalam kurun waktu tersebut muncul polemik intelektual yang berbobot dan monumental antara Soekarno dengan Mohammad Natsir mengenai hubungan agama dengan negara.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan, pelestarian kawasan bersejarah Bung Karno di Ende tidak lengkap tanpa mengenang jejak pemikiran islam Soekarno dan aktivitas surat-menyuratnya dengan A. Hassan Bandung mengenai berbagai masalah agama. Surat-surat Islam dari Endeh tidak bisa dilupakan atau dikecilkan artinya bagi pembinaan nasionalisme Indonesia yang berketuhanan.
Semangat Soekarno muda yang  menggelorakan kehidupan berpikir dalam Islam sembari membangkitkan kesadaran bangsa dan perannya sebagai penggali landasan falsafah negara Pancasila merupakan mozaik sejarah yang berharga bagi generasi muda. Memang, tidak semua orang sepakat dan sependapat dengan pemikiran Islam dan garis politik Soekarno sewaktu berkuasa, namun dengan segala kelebihan dan kekurangannya sebagai manusia Bung Karno adalah orang besar dan berjasa terhadap bangsa dan tanah air. Bung Karno salah seorang Pemimpin Besar Bangsa Indonesia, di samping Bung Hatta. Ini satu kenyataan yang tak bisa dipungkiri. Wallahu a’lam bisshawab.

M. Fuad Nasar, M.Sc (Pemerhati Sejarah)