Dikisahkan, pada
zaman para imam, seseorang menggelar pameran gajah. Anehnya, pameran tersebut
diadakan dalam tempat yang gelap, tanpa lampu dan tertutup. Kemudian sang
penyelenggara mengundang imam empat.
Setelah mereka
semua hadir, sang penyelenggara mempersilahkan satu persatu imam untuk masuk
dan memperoleh informasi mengenai si gajah. Karena tidak ada penerangan, alias
gelap, mereka imam empat hanya bisa meraba si gajah tersebut.
Dimulai dari
imam pertama, si penyelenggara mempersilahkan dia masuk ruangan. Dan si imampun
meraba-raba si gajah, kebetulan si imam meraba bagian kakinya, karena ketika
masuk ia hanya bisa meraba-raba kaki si gajah. Setelah keluar, si imam
menceritakan kepada teman-tamnnya, bahwa gajah itu besar dan panjang seperti
tiang, sebagai penggambaran atas kaki gajah.
Selanjutnya,
imam kedua masuk. Dan seketika imam itu menemukan bentuk telinga gajah
tersebut, dan meraba-rabanya. Sehingga keluarlah si imam kedua tersebut, dengan
membawa kabar bahwa gajah adalah lebar seperti tikar.
Imam ketiga pun
masuk, dan dirabalah ekor gajah tersebut. Lama merabanya, ia hanya mendapatkan
ekor, maka keluarlah dia dengan berita bahwa gajah itu seperti cemeti/pecut,
lemes dan tidak kaku, tidak besar dan tidak pula lebar.
Terakhir, imam
keempat masuk. Dan secara kebetulan, si gajah tidur, sehingga ia hanya
mendapati perut si gajah, dan diraba-rabalah perut gajah itu. Kemudian ia
keluar ruangan dengan memberitahukan bahwa gajah itu lebar dan besar, tidak
seperti tikar yang lebar tapi pipih, tidak seperti tiang yang besar dan tinggi,
dan tidak pula seperti cemeti yang seperti dikira imam ketiga.
Hingga akhirnya
sang penyelenggara mengajak semua imam masuk ke dalam ruangan, dan menyalakan
lampu. Lalu semua imam tersentak, ketika melihat bentuk dan wujud gajah yang
sedemikian rupa. Dan mereka menyadari bahwa apa yang mereka simpulkan dari
perabaan mereka bukanlah gajah yang sebenarnya, bukan gajah secara keseluruhan.
Sang
penyelenggara pun mengatakan kepada imam empat, bahwa inilah ilustrasi atas
perbedaan pandangan mengenai sesuatu.
###
Demikianlah,
sang penyelenggara dengan bijaknya menyadarkan kepada imam empat (dan juga
kepada kita) tentang kebenaran. Apapun yang kita yakini sebagai kebenaran,
bukan tidak mungkin ada kebenaran lain yang diyakini kelompok lain. Akan
tetapi, pandangan-pandangan seseorang yang berbeda tidak sepenuhnya layak
disalahkan. Karena bisa jadi, kita memahami dari suatu sisi, dan orang lain memahami
dari sisi lain. Itulah apa yang disebut kebenaran parsial.
(Khoirul Umam, FUF, BM 2011)
(Khoirul Umam, FUF, BM 2011)